Winsketel Thermal Oil Guide
Thermal Oil Guide
- Fitur Sistem Thermal oil
1.1. Pengantar
Thermal oil atau thermal fluid digunakan untuk membawa energi pada aplikasi pemanasan,industri processing dan juga pendinginan mesin-2 industri. Thermal oil paling sesuai digunakan pada aplikasi bersuhu tinggi di mana kondisi operasi paling optimal berada di antara 150ºC sampai 350ºC. Pada suhu ini, pemanasan dengan menggunakan Thermal oil / thermal fluid akan memiliki efisiensi paling tinggi jika dibandingkan dengan metode pemanasan lain seperti menggunakan steam (uap), elektrik atau direct fired.
Penggunaan sistem Thermal oil sudah dimulai sejak akhir dekade 1930an. Thermal oil banyak digunakan karena efisiensi energi dan laju perpindahan panasnya yang tinggi. Namun pada masa itu, thermal oil yang digunakan belum stabil sehingga apabila suhu terjadi kondisi operasi sedikit melebihi suhu acuan maka dapat menyebabkan thermal oil rusak atau teroksidasi sebagian. Akibatnya, beberapa dekade kemudian banyak perusahaan kembali menggunakan pilihan yang dirasa lebih aman yaitu penggunan steam / uap, walaupun system ini lebih rumit dibandingkan thermal oil.
Pada masa sekarang ini, selama thermal oil heater dirancang dengan benar oleh produsen yang berpengalaman dan diikuti dengan pemilihan thermal oil yang tepat serta dipelihara dengan baik maka sistem thermal oil akan lebih aman digunakan dibandingkan sistem steam / uap.
Pada saat ini, sudah banyak kemajuan signifikan dalam teknologi thermal oil. Thermal oil yang sekarang jauh lebih stabil pada suhu tinggi, tidak beracun dan dapat mencapai suhu yang lebih tinggi daripada sebelumnya. Hal ini dikarenakan banyak perusahaan pembuat thermal oil yang meneliti dan mengembangkan teknologi thermal oil ini sebagai salah satu bidang bisnis mereka.
Ada banyak alasan mengapa pengguna kembali ke thermal oil. Salah satu alasan utama adalah:thermal oil sistem adalah sistem yang tidak bertekanan. Sebaliknya sistem steam / uap beroperasi pada tekanan tinggi sesuai dengan suhu yang diinginkan. Sesuai dengan kurva, tekanan saturated steam akan naik seiring suhu yang diinginkan. Penggunaan sistem steam juga harus mengikuti peraturan keselamatan kerja yang berlaku di negara tersebut. Hal ini mengakibatkan biaya instalasi sistem steam akan lebih mahal dan juga memerlukan persyaratan inspeksi asuransi yang rutin.
1.2. Aplikasi Thermal oil
Cairan yang digunakan untuk media perpindahan panas secara umum disebut sebagai Thermal fluid. Air adalah thermal fluid yang paling mudah didapat dengan efisiensi perpindahan panas yang cukup tinggi dan mudah dikontrol, tetapi kelemahannya adalah keterbatas pada sifat fisikanya yaitu akan mendidih dan berubah fase menjadi uap pada suhu di atas 100 ºC. Hal ini mengakibatkan pengoperasian air pada suhu diatas 100 ºC memerlukan sistem bertekanan.
Kelebihan thermal oil adalah mempunyai titik uap / boiling point yang lebih tinggi yaitu berkisar pada suhu 300 – 400 ºC tergantung dengan jenis thermal oil nya. Selama kondisi operasional berada di bawah titik uap nya tidak akan terjadi perubahan fase pada thermal oil tersebut. Oleh karena itu sistem thermal oil dapat bekerja pada tekanan rendah untuk menghasilkan suhu tinggi yang diinginkan.
1.3. Gambaran Umum
Thermal oil adalah salah satu thermal fluid yang paling banyak digunakan pada berbagai aplikasi dan industri di mana suhu tinggi diperlukan. Beberapa produk digunakan dalam aplikasi antariksa, otomotif, perkapalan ataupun militer. Aplikasi lain pada alat proses, engine, kompresor, pompa piston, roda gigi dan sebagainya. Thermal oil juga banyak digunakan dalam aplikasi makanan, minuman dan industri farmasi.
Berikut adalah beberapa contoh penggunaan Thermal oil dalam berbagai macam industri:
• Industri Kimia
• Pengolahan plastik & karet
• Tekstil dan Laundry
• Pengolahan Makanan
• Produksi Minyak dan Gas Bumi
• Pengolahan kayu
• Pengolahan plastik & karet
• Pengolahan kertas, kardus dan turunannya
• Industri Perkapalan
• Bahan Bangunan
• Pengolahan logam
Thermal oil juga memiliki kelebihan untuk dapat digunakan pada beberapa tingkatan suhu sekaligus. Satu unit thermal oil heater dapat memberikan kebutuhan panas pada beberapa sirkuit / loop temperatur sekaligus. Misalnya sebuah Thermal oil heater dengan suhu operasional 300 0C, dapat dipergunakan untuk sirkuit thermal oil lain dengan 3 suhu operasi : 300 0C 240 0C, 150 0C dengan masing-2 temperatur mempunyai sirkuitnya sendiri-sendiri.
Pada beberapa proses, terkadang pabrik masih memerlukan steam di samping proses pemanasan, misalnya untuk sterilisasi dengan Autoclave atau perebusan dengan steam atau pengeringan dengan mempergunakan Rotary Drum Dengan mempergunakan Thermal Oil, pabrik tetap dapat menghindari penggunakan boiler dengan cara memanfaatkan Thermal oil untuk memproduksi steam secara tidak langsung dengan mempergunakan OSG (Organic Steam Generator). Kombinasi Thermal oil Heater dan Organic
Steam Generator ini dapat memproduksi steam dengan berbagai macam tekanan, baik tekanan rendah, sedang dan tinggi OSG adalah sebuah Steam Generator untuk memproduksi steam. Prinsip kerjanya berbeda dengan boiler yang menggunakan api secara langsung untuk memanaskan air di dalam pipa boiler. OSG adalah indirect steam generator dimana thermal fluid pada temperatur tinggi akan digunakan sebagai sumber panas untuk mengubah air menjadi uap air (steam) sehingga aman untuk diletakkan didalam ruangan yang tertutup sekalipun.
Karena berbagai fitur di atas, flexibilitasnya yang tinggi dan pemeliharaan yang mudah, thermal oil heater dengan cepat kembali digunakan oleh berbagai macam industri sebagai proses pemanasan..
2. Thermal fluid vs Steam
Perbandingan Thermal fluid dengan Sistem Steam Sekalipun sistem thermal oil sudah digunakan sejak tahun 1930-an, namun penggunaannya sempat dihindari oleh dunia industri. Penyebabnya adalah kurangnya informasi dan keterbatasan pengetahuan bagaimana cara merancang, pengoperasian dan pemeliharaan sistem thermal oil
yang baik dan benar. Akibatnya ketidaktahuan ini, banyak pengguna thermal oil yang beralih menggunakan sistem uap untuk keperluan pemanasan. Berdasarkan informasi dan fakta-fakta yang ada, sebenarnya sistem thermal oil akan lebih unggul daripada sistem steam apabila memang dirancang, dioperasikan dan dipelihara secara benar sesuai rekomendasi manufaktur.
2.1. Persyaratan Keamanan, Lingkungan dan Hukum
Untuk mengantarkan panas pada kebanyakan proses, sistem uap / steam harus beroperasi pada tekanan yang tinggi sesuai dengan steam table. Misalnya pada suhu 200ºC, saturated steam akan memiliki tekanan 16 bar, sedangkan pada suhu 300ºC, saturated steam harus berada pada tekanan sekitar 110 bar. Sebaliknya, pada temperatur tersebut, sistem thermal fluid bekerja pada tekanan atmosfer. Tekanan pada thermal oil hanyalah didapat dari pompa yang didesain cukup untuk mengatasi pressure drop dari pipa dan komponen lain sambil mempertahankan turbulensi.
Pengoperasian sistem pada tekanan atmosfer memiliki lebih banyak keuntungan daripada tekanan tinggi. Sistem yang beroperasi pada tekanan tinggi harus memenuhi standar hukum dan aturan yang berlaku. Akibatnya diperlukan biaya pemasangan yang lebih tinggi dan diperlukan insinyur spesialis untuk mengoperasikannya. Sebaliknya, sistem thermal oil memiliki kondisi operasional pada tekanan atmosfer sehingga dapat ditangani oleh operator pada umumnya. Oleh karena itu, jika sistem thermal fluid dirancang oleh perusahaan yang berpengalaman dan dioperasikan sesuai petunjuk maka tidak akan timbul masalah.
2.2. Efisiensi
Sistem steam mengalami heat loss yang banyak karena kondensasi terutama pada suhu tinggi diatas 200 ºC. Diperkirakan loss energy akibat dari flash (termasuk pada steam trap dll.) umumnya berada pada sekitar 6% – 14% dari total energi. 2% loss disebabkan oleh blowdown dan 2% oleh deaerator. Sebaliknya sistem thermal fluid tidak mengalami kerugian flash tersebut. Thermal fluid juga tidak memerlukan water treatment sama sekali. Potensi terjadinya fouling karena heat flux pada thermal oil sistem lebih rendah dibandingkan dengan sistem steam.
Akibatnya dari semua faktor di atas, sistem thermal oil pada kondisi operasi di atas 200 ºC bisa lebih efisien 15-30% dibandingkan penggunaan sistem steam.
2.3. Korosi
Sistem steam / uap juga dikenal memiliki masalah pada korosi. Udara yang dikombinasikan dengan air panas, dan kontaminan lain dalam pipa besi akan menyebabkan terjadinya korosi logam. Pada lingkungan yang memiliki air dengan kadar kapur dan mineral tinggi, system harus dilegkapi water treatment yang sesuai untuk mencegah terjadinya pembentukan kerak di dalam pipa. Kerak ini akan menghambat perpindahan panas antara gas panas yang dihasilkan burner dan air dalam boiler. Karena banyak panas yang tidak terserap oleh boiler maka kapasitas boiler akan turun dan konsumsi bahan bakar akan naik. Apabila hal ini berlangsung terus menerus dalam waktu lama, maka pipa-pipa boiler akan mengalami overheating dan berpotensi rusak. Pada sistem thermal oil, korosi adalah masalah yang tidak pernah terjadi karena kebanyakan thermal fluid baik thermal oil atau sintetis akan berperan secara alami sebagai lubricant sehingga memberikan perlindungan secara alami pada pipa – pipa logam.
2.4. Kontrol Suhu
Sistem steam menggunakan kontrol tekanan untuk mengontrol suhu. Dengan ketergantungan pada kesetimbangan tekanan yang kompleks, maka akurasi umumnya terbatas pada rentang sekitar ± 6ºC. Rentang nilai akan semakin besar apabila sistem sudah semakin tua dan korosi mulai muncul. Sebagai perbandingan, sistem thermal fluid dapat memiliki kontrol suhu rata-rata ± 0.8ºC. Presisi ini dicapai dengan pengukuran yang efisien dan pencampuran dengan return fluid yang lebih dingin dengan thermal fluid dari jalur supply dengan 3-Way valve.
2.5. Keamanan Lingkungan
Air pada sistem steam / uap harus ditreatment terlebih dahulu secara kimia untuk mengurangi korosi. Hasil blowdown uap dan kondensat tidak dapat langsung dibuang ke selokan karena akan menimbulkan bahaya bagi lingkungan. Sebaliknya, pada sistem thermal fluid tidak terjadi blowdown sama sekali karena sistem thermal fluid adalah sistem tertutup tanpa memerlukan pembuangan cairan. Pembuangan hanya dilakukan setelah thermal fluid terdegradasi, yaitu berkisar 8-10 tahun.
2.6. Keamanan / Safety
Untuk menghantarkan panas biasanya sistem steam harus beroperasi pada tekanan yang tinggi. Sesuai steam table, pada 300 ºC misalnya, saturated steam berada pada tekanan 110 bar. Atau pada 200 ºC tekanan saturated steam berada pada kondisi 16 bar. Hal ini berbeda dengan sistem thermal fluid, kebanyakan sistem thermal fluid diventilasikan ke atmosfer. Tekanannya hanya 10 pada tekanan pompa yang mampu untuk mengatasi friction loss dari pipa dan komponen lain sambil mempertahankan kondisi aliran turbulen.
Oleh karena itu, sistem thermal fluid yang dirancang dengan benar akan lebih aman dan lebih mudah untuk dioperasionalkan dibandingkan sistem steam dan biasanya akan lebih sedikit bermasalah.
2.7. Pemeliharaan sistem / Maintenance
Sistem steam memerlukan pemeliharaan yang konstan dan terus menerus terutama pada peralatan-peralatan pendukung seperti steam trap, valve, condensate return pump, sambungan las, expansion joint dan juga analisa air serta sistem pengolahan air. Pada negara 4 musim, apabila terjadi listrik mati dalam cuaca dingin, sistem steam dapat mengalami pembekuan yang bisa mengakibatkan pipa pecah dan rusaknya komponen – komponen pendukung.
Sebaliknya sistem thermal oil tidak memerlukan trap, return kondensat, blowdown dan juga zat kimia untuk keperluan water treatment. Pada negara 4 musim, pemilihan fluida yang tepat tidak akan mengalami pembekuan dibawah nol derajat. Sistem thermal oil telah terbukti beroperasi dengan aman dan efisien selama puluhan tahun dengan biaya perawatan yang minimal.
2.8. Biaya Investasi dan operasional
Biaya pembelian awal steam / sistem uap mungkin lebih murah dibandingkan dengan sistem thermal oil . Akan tetapi, payback period penggantian sistem steam menjadi sistem thermal fluid akan cepat dikarenakan terjadinya penurunanan biaya operasional, biaya pemeliharaan dan masalah lingkungan. Peningkatan produksi dan kualitas produk dapat terjadi karena kontrol suhu yang lebih baik. Penggunaan thermal oil juga dapat meningkatkan faktor keselamatan dan penurunan biaya tenaga kerja
3. Desain Sistem Thermal fluid
Pada beberapa dekade ini terjadi banyak kemajuan riset dan pengembangan terhadap sistem thermal oil baik dari segi fluida, alat maupun sistemnya. Peningkatan pemahaman ini mengakibatkan turunnya resiko terjadinya insiden seperti kebakaran, kebocoran dll sehingga mengembalikan minat pengguna terhadap thermal oil. Sekalipun sistemnya sederhana, sistem Thermal oil harus dirancang dengan sempurna. Thermal oil adalah sistem tertutup (closed loop) dimana perancang juga harus memperhitungkan laju aliran, pressure drop, perubahan volume dan kekentalan dll
3.1 Desain
Gambar 3.1 : Piping dalam Sistem Thermal Oil
Keterangan pada gambar 3.1
(1) Thermal fluid Heater,
(2) Thermal fluid Circulating Pump,
(3) Safety Relief Valve,
(4) Thermometer,
(5) Pressure Gauge,
(6) Thermal fluid Heated Equipment,
(7) Bypass Valve to maintain full flow to
heater,
(8) Expansion Joints
(9) Anchor and Pipe Guides,
(10) Expansion tank,
(11) Vent Piping,
(12) De-aerator Tank,
(13) De-aerator Tank inlet,
(14) Thermal Buffer Tank,
(15) Catch Tank for drain of pressure relief
valve, cold seal, expansion tank & vent,
(16) Gate Valve,
(17) Strainer,
(18) System Fill Connection,
(19) Flexible Connection,
(20) Isolating Valve,
(21) Manual Low Level Test Line,
(22) Manual High Level Test Line.
Sistem thermal oil menyediakan sumber panas yang efisien untuk proses yang membutuhkan hu tinggi, bahkan sampai dengan suhu 400 ºC. Secara operasional penggunaan sistem thermal. oil akan lebih murah dan biasanya akan memerlukan lebih sedikit perawatan dibandingkan sistem steam. Selain itu, thermal oil akan lebih efisien secara termal dan tidak melepaskan panas ke atmosfer melalui trap dan kebocoran seperti sistem uap / steam Namun demikian, meskipun sistem thermal oil adalah pilihan yang secara keseluruhan lebih baik daripada sistem steam untuk aplikasi suhu tinggi, pengguna sistem thermal oil masih belum sebanyak sistem steam. Kejadian di masa lalu karena desain thermal oil yang kurang sempurna dan pemilihan cairan yang tidak tepat telah menyebabkan sejumlah insiden yang meninggalkan pandangan negatif pada penggunaan thermal fluid.
Padahal dalam kenyataannya, sistem cairan termal lebih aman dibandingkan dengan sistem uap asalkan dirancang, digunakan dan dipelihara dengan benar. Keunggulan utama terletak pada rendahnya biaya operasional, kesederhanaan desain dan keamanan sistem karena rendahnya tekanan operasional. Secara umum sistem thermal oil terdiri dari koil pemanas, burner, pompa sirkulasi dan tangki expansi yang berventilasi. Tangki ekspansi dapat dikosongkan dengan cara pengisian gas inert seperti nitrogen untuk mencegah oksidasi cairan tetapi biasanya lebih sering dibuang ke atmosfer.
3.2 Faktor yang berpengaruh pada design Thermal oil system
Sebuah thermal oil heater harus didesain berdasarkan kebutuhan beban termal meliputi proses, suhu operasi dan persyaratan kondisi aliran. Ketika menghitung beban termal, juga harus diperhitungkan heat loss yang biasanya berkisar antara 10% sampai 20% dari beban total.Selain itu designer juga perlu melakukan pemilihan bahan bakar (gas, solar, batu bara, listrik ataupun biomass), posisi vertikal atau horisontal, jumlah aliran (menunjukkan berapa kali gas hasil pembakaran akan melewati koil untuk memanaskan thermal fluid bisa dua, tiga atau empat).
Semuanya hal tersebut dipertimbangkan berdasarkan parameter operasi, bahan bakar, luas area
yang tersedia dan efisiensi.
3.2.1 Pemilihan Heating Coil
onstruksi heating coil umumnya terdiri dari 2 bagian yaitu coil bagian dalam (inner coil) dan coil bagian luar (outer coil) . Thermal oil dipompa masuk ke outer coil oleh pompa sirkulasi dari bagian atas kemudian mengalir didalam coil dengan kecepatan tertentu dan akhirnya keluar coil dan kembali didistribusikan ke media yang akan dipanaskan. Sementara lidah api dari burner akan masuk ke ruang bakar yang merupakan bagian penerima panas
radiasi dari inner dan outer coil ke ruang di antara lalu menuju ke bagian luar coil luar ke pembuangan di cerobong / chimney . Perpidahanan panas antara thermal oil dan gas panas terjadi secara counter current untuk mendapatkan effisiensi tertinggi.
Karena thermal oil bekerja pada suhu tinggi, maka suhu gas buang (flue gas) akan sedikit lebih tinggi dari suhu thermal oil yang keluar dari heater. Panas yang terkandung dalam Flue gas ini masih dapat dimanfaatkan untuk menghemat pemakaian bahan bakar dengan memanfaatkannya untuk sebagai pemanas udara sebelum masuk ke combustion chamber.Setiap kenaikan suhu udara masuk sebesar 10 0C, akan didapatkan penghematan bahan bakar sekitar 0,4 – 0.5%. Maka jika udara pembakaran dapat dinaikkan menjadi 130 0C, maka akan terjadi kenaikan suhu 100 0C dan penghematan bahan bakar sekitar 4 – 5%. Fitur pemanfaatan ini hanya dapat digunakan pada burner yang menjadi satu dengan thermal oil dan sering disebut air jacket.
Penjelasan lebih lengkap mengenai heating coil akan dibahas pada bab 4
3.2.2 Pemilihan Burner
Burner merupakan salah satu komponen utama dari thermal oil boiler karena burner adalah:tempat terjadinya pembakaran. Pemilihan burner sangat menentukan dalam operasi Thermal oil yang biasanya bekerja non-stop. Burner harus diletakkan pada posisi yang mudah dilakukan service. Pada thermal oil dengan kapasitas kecil, biasanya manufaktur akan memberikan package burner yaitu burner yang dibeli dari supplier burner. Sedangkan untuk kapasitas yang lebih besar, burner akan menjadi satu dengan thermal oil. Penjelasan lebih lengkap mengenai burner akan dibahas pada bab 5
3.2.3 Penentuan Pompa.
Pompa berfungsi untuk mendistribusikan minyak yang dipanaskan oleh heater ke semua pengguna panas. Faktor yang penting dalam melakukan sizing pompa adalah tekanan, laju alir dan juga suhu. Tekanan pompa harus dapat mengatasi pressure drop yang disebabkan friksi pada vertical head, friksi pada pipa, dan pressure loss lain akibat fitting, valve dan lain sebagainya. Pompa juga harus didesain agar laju alirannya cukup untuk mensupply ke semua sistem yang memerlukan pemanasan thermal oil. Pompa harus dapat beroperasi pada minimal 350oC dan menggunakan mechanical seal dengan pendinginan udara Penjelasan lebih lengkap mengenai pompa akan dibahas pada bab 6
3.2.4 Pemilihan Expansion tank
Sifat fisika Thermal oil adalah volumenya akan meningkat ketika dipanaskan. Oleh karena itu sebuah sistem thermal oil harus memiliki tangki ekspansi yang ukurannya cukup untuk mengantisipasi penambahan volume thermal oil dalam sistem. Hal lain yang juga harus diperhatikan adalah total volume sistem (termasuk pengisian awal tangki ekspansi), suhu operasi dan koefisien ekspansi fluida.Setelah desain sistem perpipaan selesai dibuat maka dapat dihitung jumlah thermal oil yang diperlukan untuk seluruh sistim yaitu berupa volume dari seluruh pipa ditambah dengan volume thermal oil di dalam coil pemanas.
Volume thermal oil rata-rata akan memuai sekitar 10% setiap kenaikan 100 derajat C.Sebagai contoh apabila volume thermal oil didalam sistem adalah 2000 liter dan bekerja pada suhu 250 oC, maka dari suhu lingkungan 30 oC akan terjadi kenaikan 220 oC atau 22% pemuaian. Volume pemuaian sebesar 440 liter inilah yang harus ditampung oleh expansion tank.
Sebaiknya Level di expansion tank selalu dijaga di tengah – tengah yaitu tidak kurang dari level 25% dan tidak lebih dari level 75%. Rule of thumb sizing expansion tank adalah 2 kali lipat volume pemuaian. Sehingga dalam contoh diatas, volume expansion tank adalah 880 liter.Penjelasan lebih lengkap mengenai expansion tank akan dibahas pada bab 6
3.2.5 Pemilihan Thermal fluid
Pemilihan thermal fluid yang tepat harus disesuaikan dengan aplikasi karena akan dapat mempengaruhi keamanan sistem, perpindahan panas, suhu operasi dan lain sebaginya. Oleh karena itu pengguna harus memberikan informasi yang tepat dan akurat berikut kondisi operasinya kepada produsen thermal oil produsen sebelum mereka dapat memberikan rekomendasi fluida yang tepat.
Ada banyak produsen Thermal fluid. Secara umum mereka menjual Thermal fluid dalam
tiga kategori, yaitu :
• Hot / mineral oil
• Synthethic
• Lainnya termasuk silikon
Penjelasan lebih lengkap mengenai thermal fluid akan dibahas pada bab 7
4. Koil Pemanas
Kapasitas Thermal oil heater ditentukan oleh besarnya kebutuhan heat duty / beban termal dari suatu proses, suhu operasi dan laju alir thermal oil. Ketika menghitung beban termal ini juga harus diperhitungkan heat loss berkisar 10% sampai 15% dari heat duty. Kapasitas Heating coil dapat dihitung setelah beban termal diketahui. Biasanya Heater akan bekerja pada 70 – 80% dibawah kapasitas maximumnya .
Konstruksi thermal oil heater bisa berupa vertikal ataupun horizontal dan terdiri dari 2 pass, 3 pass atau 4 pass. Jumlah pass ini menunjukkan berapa kali gas pembakaran akan melewati koil. Bahan bakar yang dapat digunakan adalah gas, solar, batubara atau biomasa. Kode untuk pembuatan coil biasanya mengikuti kode tentang konstruksi Boiler dan Pressure Vessel.
Gambar 4.1 Koil Pemanas setelah diroll tanpa cover.
Tube yang digunakan untuk membuat koil adalah boiler tube dengan grade tinggi. Setiap koil terdiri dari beberapa tubes yang digulung / roll secara bersamaan. Diameter dari tube disesuaikan dengan laju aliran dalam tube dan preessure drop yang dikehendaki. Pada Thermal oil kapasitas kecil dan sedang ( di bawah 3.000.000 kkal/jam ) inner coil dan outer coil akan dihubungkan secara seri dan gas panas hasil pembakaran burner akan mengalir ada bagian luar dalam aliran berlawanan ( counterflow ). Sedangkan pada kapasitas yang lebih besar lagi, inner coil an outer coil akan dihubungkan secara paralel. Sambungan antara tube dengan tube dilas dengan las argon dan dilakukan pengetesan dengan X-ray pada setiap sambungan dan tes tekanan sampai 30 bar.
Gambar 4.2 Foto Winsketel Thermo Oil Heater dengan berbagai macam ukuran
Thermal oil di dalam heating coil akan menerima panas dari gas panas hasil pembakaran di burner lalu Thermal oil ini akan memberikan panas kepada media yang akan dipanaskan. Thermal oil yang panasnya sudah diambil oleh media akan lebih dingin dan kembali ke thermal oil heater untuk dipanaskan kembali. Heating coil umumnya terdiri dari 2 bagian yaitu coil bagian dalam (inner coil) dan coil bagian luar (outer coil). Thermal oil pertama kali akan dipompa masuk ke bagian outer coil dari bagian atas kemudian mengalir dicoil bagian dalam dengan kecepatan dan waktu tertentu kemudian akhirnya keluar dari coil untuk didistribusikan ke media yang akan dipanaskan. Sementara itu,lidah api dari burner akan masuk ke ruang bakar yang merupakan bagian penerima panas radiasi dari inner dan outer coil ke ruang di antara lalu menuju ke bagian luar coil luar ke pembuangan di cerobong / chimney.
Aliran thermal oil dan gas panas merupakan aliran counter current untuk mendapatkan effisiensi tertinggi. Konstruksi vertikal lebih disarankan untuk menghindarkan terjebaknya udara didalam coil. Kelebihan lain kontruksi vertikal adalah distribusi panas oleh burner akan terbagi secara merata kesemua sisi coil. Sementara apabila thermal oil dipasang secara horizontal, panas akan cenderung lebih tinggi pada bagian atas coil. Karena Thermal oil bekerja pada temperatur yang tinggi, maka temperatur gas buang (flue gas) akan sedikit lebih tinggi dari temperatur thermal oil yang keluar dari heater, sehingga panas flue gas tersebut sebaiknya dimanfaatkan untuk penghematan pemakaian bahan bakar. Cara yang paling tepat untuk nmemanfaatkan suhu tinggi flue gas tersebut adalah untuk pemanasan udara sebelum digunakan dalam pembakaran burner.
5. Burners
Pemilihan Burner
Burner adalah komponen penting dari thermal oil heater karena burner adalah tempat terjadinya pembakaran. Prinsip pembakaran adalah percampuran antara bahan bakar (hidrokarbon),oksigen dan juga pemantik. mumnya bahan bakar yang digunakan adalah bahan bakar cair (minyak solar dan minyak bakar) atau juga gas. Kadang ada juga yang menggunakan bahan bakar padat seperti biomass atau batubara. Pada bab ini pembahasan dibatasi pada bahan bakar cair dan gas.
Secara umum ada 2 jenis burner. Pertama adalah burner yang dibeli secara terpisah dari thermal oil heater seringkali disebut Packaged Burner. Yang kedua adalah burner yang terintegrasi dengan thermal oil heater, seringkali disebut Integrated Burner.Pada thermal oil dengan kapasitas kecil, lebih disarankan untuk penggunaan package burner karena investasi awal lebih rendah. Sedangkan untuk kapasitas medium dan besar lebih disarankan menggunakan integrated burner. Kelebihan lain penggunaan integrated burner adalah dimungkinkan bagi produsen thermal oil heater untuk penggunaan fitur air jacket pada Gas buang yang dapat dipergunakan untuk Preheat udara pembakaran .
Karena suhu gas buang / flue gas masih cukup tinggi yaitu di atas 200 oC maka gas buang ini dapat dimanfaatkan sebagai pemanas udara sebelum masuk ke integrated burner. Setiap 10 oC kenaikan suhu udara pembakaran akan diperoleh penghematan bahan bakar sebesar 0,4 – 0,5%. Apabila terjadi kenaikan suhu udara pembakaran dari 30 oC menjadi 130 oC, maka akan terjadi penghematan sebesar 4-5% Bila pengguna thermal oil ingin memperoleh effisiensi yang lebih tinggi, maka dapat ditambahkan heat recovery system yang mempergunakan media hot water atau steam dimana udara hasil pembakaran/ flue gas ini dapat didinginkan sampai 125 – 150 oC.
6. Aksesoris
6.1 Pompa
Pompa thermal oil adalah bagian penting dari sistem thermal oil karena akan menentukan kelancaran operasional thermal oil sistem. Pada Thermal oil yang standard yaitu dimana jarak pengguna panas dekat dengan thermal oil (tanpa instalasi khusus), produsen Thermal oil heater biasanya sudah melengkapi dengan pompa sesuai laju alir dan tekanan yang optimal dengan memperhitungkan motor yang sesuai.Harus diketahui bahwa pada saat start awal, oil masih dalam kondisi dingin Viskositasnya lebih tinggi sehingga memerlukan motor dengan daya yang lebih besar daripada pada kondisi panas. Tetapi pada installasi khusus, dimana jarak antara pengguna panas dan thermal oil heater cukup jauh diperlukan untuk dilakukan design ulang pompa dari produsen. Pompa harus dirancang dengan teliti terutama memperhitungkan laju alir dan tekanannya. Pompa Thermal oil sebaiknya dipilih yang menggunakan pendingin air. Namun karena pompa jenis ini kurang populer dan dianggap cukup merepotkan, di Indonesia lebih banyak digunakan pompa berpendingin udara daripada berpendingin air. Gambar
6.1 Pompa Sirkulasi jenis sentrifugal Pada bagian suction dan discharge pompa harus dilengkapi dengan pressure gauge untuk mengetahui performa pompa dan mengetahui pressure drop di system. Dari pressure gauge akan diketahui bila terjadi penurunan tekanan dibandingkan kondisi normal yang biasanya disebabkan oleh tersumbatnya filter / saringan. Apabila pressure gauge bergerak naik turun secara cepat dapat mengindikasi adanya udara atau air di dalam system. Masalah – masalah seperti ini harus segera ditangani untuk mencegah terjadinya kerusakan pada mechanical seal.
Hal lain yang juga harus diperhatikan adalah faktor alignment. Kopling yang menghubungkan pompa dengan motor harus diperiksa tingkat alignment nya secara berkala. Pengecekan coupling 19 alignment dilakukan ketika kondisi thermal oil dingin. Masalah alignment ini dalam waktu jangka panjang akan dapat merusak mechanical seal karena putaran tinggi. Mechanical Seal pompa yang sering mengalami kerusakan selain mengindikasikan adanya misalignment juga dapat sebagi indikasi sudah terjadi pembentukan partikel-partikel di dalam thermal oil.
Pada system Thermal oil yang lebih kompleks , misalnya memerlukan 2 suhu atau lebih dan/atau dipergunakan untuk memproduksi Steam melalui OSG (Organic Steam generator) membutuhkan beberapa pompa yang kapasitas laju alir disesuaikan dengan masing – masing sirkuit.
6.2 Tangki Ekspansi / Expansion Tank
Sifat fisika Thermal oil adalah volume nya akan meningkat ketika dipanaskan. Fenomena ini harus dipertimbangkan ketika merancang sistem thermal oil. Sistem thermal oil yang dirancang dengan baik harus memiliki tangki ekspansi yang ukurannya cukup untuk menampung penambahan volume dari sistem. Hal lain yang harus diperhatikan adalah volume sistem (termasuk pengisian awal tangki ekspansi), suhu operasi dan koefisien ekspansi fluida. Karena volume thermal oil akan memuai pada tingkat yang berbeda, maka kapasitas tangki ekspansi harus selalu dipastikan terhadap jenis thermal oil sebelum mengisi sistem.
Volume thermal oil rata-rata akan memuai sekitar 10% setiap kenaikan 100 °C. Sebagai contoh apabila volume thermal oil didalam sistem adalah 2000 liter dan bekerja pada suhu 250 oC, maka dari suhu lingkungan 30 oC akan terjadi kenaikan 220 oC atau 22% pemuaian. Volume pemuaian sebesar 440 liter inilah yang harus ditampung oleh expansion tank. 20 Sebaiknya Level di expansion tank dijaga di antara level terendah 25% sampai level tertinggi 75%. Rule of thumb sizing expansion tank adalah 2 kali lipat volume pemuaian. Sehingga dalam contoh diatas, volume expansion tank adalah 880 liter. Apabila terjadi penambahan sirkuit baru dan kapasitas expansion tank yang terpasang sudah tidak mencukupi, maka harus disediakan overflow tank yang diletakkan di bawah expansion tank.
Pada level terendah dari tangki ekspansi juga harus dilengkapi dengan level switch yang terhubung dengan alarm untuk memberikan peringatan bahwa sudah terjadi kebocoran dalam sirkuit tertutup thermal oil. Penurunan level oil dalam tangki ekspansi akan menjadi bukti yang jelas bahwa volume thermal oil dalam system sudah berkurang dan harus segera dicari letak kebocoran.
6.3 Drain tank / Overflow tank
Drain tank berguna sebagai penerimaan akhir untuk menampung seluruh volume minyak yang ada di dalam sirkuit Overflow tank digunakan untuk menampung thermal oil yang tumpah / overflow dari instalasi perpipaan. Pada sistem dengan instalasi pipa yang sangat panjang, volume minyak yang terekspansi selama proses dapat melebihi volume tangki ekspansi, sehingga kadang – kadang thermal oil akan meluber keluar dari tangki ekspansi dan ditampung oleh Overflow tank Drain tank dapat juga difungsikan sebagai overflow tank. Drain tank / Overflow tank dilengkapi dengan low level control dan pompa kecil untuk memompa thermal oil kembali ke tangki ekspansi apabila level thermal oil di dalam tangki sampai menyentuh low level kontrol. Keadaan ini disebabkan sistem sedang berhenti sehingga volume thermal oil akan menyusut kembali.
6.4 Flow control
Di dalam sistem perpipaan yang merupakan urat nadi distribusi thermal oil, harus dilengkapi dengan flow control agar terjaminnya aliran fluida yang lancar dan terus menerus didalam pipa dan koil pemanas. Flow control ini akan terhubung langsung dengan burner dan dilengkapi dengan alarm. Apabila terjadi kerusakan pada pompa, tersumbatnya filter atau masalah lain yang sampai menyebabkan kondisi tidak ada aliran dalam pipa, masalah ini akan segera dideteksi oleh flow control dan akana memerintahkan burner untuk berhenti sehingga tidak ada panas lagi yang diberikan kepada coil pemanas.
Emergency stop ini digunakan untuk melindungi thermal oil, karena apabila burner terus bekerja ketika aliran berkurang / tidak ada aliran, maka thermal oil di dalam pipa akan mengalami overheating yang akan menyebabkan terjadinya oil coking atau pengarangan. Kejadian coking / pengarangan ini akan menurunkan kemampuan thermal oil sebagai media penghantar panas. Thermal oil akan menggumpal dan menempel dibagian dalam pipa sehingga menghalangi perpindahan panas dari gas panas yang dihasilkan oleh burner ke thermal oil
Apabila proses coking / pengarangan ini terjadi terus menerus dalam waktu yang lama, lapisan arang akan semakin menebal dan semakin mengganggu perpindahan panas. Karena overheating, coking dapat menyebabkan keretakan pada pipa dan berlanjut pada kebocoran thermal oil. Kondisi ini harus dihindari dan diantisipasi sejak awal. Dalam kondisi ekstrim ketika burner terus memberikan energi kepada thermal oil yang tidak bergerak, suhu akan naik dengan cepat bahkan melampaui auto ignition temperature nya. Apabila terjadi keretakan pada koil pemanas atau pipa, maka thermal oil yang bocor ke lingkungan dapat secara spontan terbakar.Sedangkan bila pipa dalam kondisi baik, thermal oil yang menguap mungkin terbuang melalui relief valve dan menuju dalam drain tank atau kemungkinan lain adalah mendorong thermal oil ke dalam tangki ekspansi dan menuju ke catch tank. Pembuangan yang secara tiba-tiba dapat menyebabkan kebakaran karena uap dari thermal oil panas ini mudah terbakar bila terkena ignition.
Ada beberapa cara pemasangan flow control:
1. Mechanical flow switch pada aliran utama oil
2. Differential Pressure Flow Switch
3. High Pressure Regulating Valve antara line suction dan discharge pompa
Untuk menghindari semua insiden di atas, yang mungkin terjadi karena poblem tidak ada aliran, maka harus dibuatkan interlock low flow shutdown pada burner safety. Sistem yang paling efektif adalah pressure sensor karena sudah terbukti menjadi sistem yang dapat diandalkan untuk jangka panjang. Untuk memberikan indikasi dari keadaan no flow, pabrik dapat memasang pressure sensor
6.5 Temperature Control
Kebutuhan kontrol suhu juga menentukan desain sistem. Dalam rentang modulasi dari burner, kebanyakan pemanas dapat mengontrol suhu hingga ± 3ºC. Apabila pengguna memerlukan kontrol suhu yang sangat presisi, sistem dual circuit dapat digunakan. Dengan dual circuit, Circuit primer akan beroperasi dengan suhu lebih tinggi 10ºC sampai 30ºC di atas suhu circuit sekunder. Dual Circuit ini juga dapat dipergunakan pada system yang memerlukan dua temperatur thermal oil yang berbeda. Jika diperlukan pemasanan tiga temperatur yang berbeda maka bisa juga digunakan triple circuit.
6.6 Panel Kontrol Listrik
Sistem pengendalian proses yang dipilih untuk sistem thermal oil harus sesuai dengan standar HSE. Hal ini tergantung pada dimana peletakan alat kontrol dan thermal oil yang digunakan harus sesuai. Jika lokasi termasuk hazardous area, maka harus diperhatikan semua kemungkinan terjadinya explosion. Semua peralatan listrik dalam sistem harus dirancang sesuai dengannya klasifikasinya keamanaannya. Selain memastikan bahwa semua peralatan listrik sudah sesuai dengan standar HSE, sistem kontrol thermal oil juga harus dirancang dengan benar meliputi semua interlock keamanan, seperti interlock suhu dan interlock flow yang akan secara otomatis mematikan heater yang dihubungkan dengan hardwire sebagai emergency stop. Harus ada beberapa safety interlocks bagi sistem untuk memastikan bahwa suhu thermal fluid tidak akan sampai terlalu panas sehingga thermal oil akan teroksidasi atau bahkan melebihi auto-ignition temperature-nya Kontrol yang memadai juga akan memaksimalkan efisiensi sistem dan memastikan suhu dipertahankan.
Desain sistem thermal oil yang modern biasanya sudah menggunakan PLC untuk mentransfer data dan informasi. Pemakaian PLC memungkinkan pengguna untuk mengontrol proses secara berurutan, melihat informasi feedback dari sistem dan untuk berinteraksi dengan sistem proses. Penggunaan PLC untuk sistem thermal oil memungkinkan kontrol yang lebih presisi dan informasi mengenai kondisi operasi proses tersedia dengan lebih baik. Kontrol listrik untuk Thermal oil yang terdiri dari temperature control, flow control dan juga kontrol arus listrik. Untuk temperature control, Sensor suhu diletakkan pada thermal oil dan pada cerobong gas buang. Sensor pada thermal oil akan mengatur modulating burner sementara sensor suhu pada gas buang akan digunakan sebagai safety pada sistem. Pada kondisi normal, suhu gas buang 20 – 50 oC diatas temperatur thermal oil. Apabila temperatur melebih range ini, maka dapat disimpulan telah terjadi kelebihan beban pada sistem karena perpindahan panas dari burner kurang terserap oleh thermal oil sehingga harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada sistem. Penyebabnya bisa karena kebocoran pada pipa, atau kebocoran di ruang bakar. Thermal oil yang terbakar bersama fuel di burner akan mengakibatkan temperatur gas buang di cerobong akan naik. Gejala
lain yang mengindikasikan terjadinya kebocoran adalah munculnya asap hitam di cerobong karena thermal oil yang bocor tidak terbakar dengan sempurna oleh burner.
7. Cairan Thermal Oil
7.1.Jenis – jenisThermal oil
Pemilihan thermal oil harus disesuaikan dengan aplikasi karena jenis thermal oil yang digunakan dapat mempengaruhi keamanan sistem, perpindahan panas, suhu operasi dan lain sebaginya. Oleh karena itu pengguna harus memberikan informasi yang tepat dan akurat mengenai kondisi operasi kepada produsen thermal oil sebelum mereka dapat memberikan rekomendasi fluida yang tepat.
Ada beberapa jenis heat tranfer fluid yang tersedia di pasar. Thermal fluid untuk keperluan pemanas dapat dikategorikan oleh struktur kimianya menjadi tiga kelompok utama:
• • Hot / mineral oil
• • Synthethic
• • Lainnya termasuk silikon
Tabel 7.1 Perbandingan suhu operasi berbagai jenis thermal oil
7.1.1 Hot Oil / Mineral à disesuaikan dg list di atas
Hot Oil / mineral adalah thermal oil yang diekstrak dari minyak bumi. Di kilang / refinery, minyak mentah ini disuling dengan distilasi bertingkat menjadi fraksi ringan (gas dan pelarut), bahan bakar (bensin dan solar), pelumas, dan juga traksi berat (heavy fuel oil dan aspal). Hot Oil / mineral berasal dari potongan pelumas yang diolah lebih lanjut dan dipilih yang viskositas dan stabilitasnya sesuai dengan kondisi operasinya lalu dipasarkan sebagai thermal oil. Secara umum rentang suhu operasi hot oil / mineral adalah 20 ºC – 300ºC. Hot Oil memiliki
beberapa kelebihan dibandingkan sintetis yaitu pada harga yang lebih murah, tidak berbau menyengat, dan kemudahan penanganan dan kemudahan pembuangan karena tidak membentuk hasil samping degradasi yang berbahaya Kekurangan hot / mineral oila dalah kurang stabil pada suhu tinggi karena memiliki tingkat ketidakjenuhan yang terbatas (ikatan rangkap), lebih reaktif secara kimiawi, dan lebih rentan terhadap oksidasi.
7.1.2 Sintetis
Minyak sintetis, disebut juga ‘aromatik’, yaitu merupakan cairan buatan yang secara khusus diproduksi untuk aplikasi perpindahan panas. Minyak sintesis ini terdiri dari struktur berbasis benzena dan mengandung difenil oksida / bifenil, difenil etana, difenil toluen, dan terfenil. Minyak sintesis ini diformulasikan dari senyawa organik dan anorganik alkali dan digunakan dalam bentuk encer dengan konsentrasi berkisar 3% sampai 10%. Kelebihan minyak sintetis dibanding thermal oil atau non-sintetis terletak pada suhu operasional yang lebih tinggi yaitu sampai 400 ºC. Sedangkan non-sintetis biasanya hanya stabil secara termal sampai suhu 300 ºC. Kekurangan minyak sintestis adalah harganya lebih mahal di bandingkan tipe mineral. Semakin tinggi suhu operasional, semakin tinggi juga harganya. Minyak sintetis dengan suhu operasional 340 ºC dua sampai tiga kali lebih mahal daripada minyak panas dengan suhu operasional 300 ºC.
7.1.3 Thermal fluid lainnya termasuk Silikon
Thermal fluid berbasis silikon dan cairan hibrida glikol hanya digunakan pada aplikasi khusus yang membutuhkan kompatibilitas proses/produk. Thermal fluid jenis ini sebaiknya tidak digunakan pada aplikasi yang umum karena faktor biaya
7.2 Pemilihan Thermal oil
Themal fluid memiliki banyak variasi dalam hal viskositas kinematik, suhu operasi, titik tuang,titik didih dan titik nyala. Oleh karena itu ada banyak faktor yang harus dipertimbangkan ketika melakukan seleksi thermal oil untuk sistem perpindahan panas. Hal yang utama adalah sebagai berikut.
7.2.1 Safety dan Pencegahan Kebakaran
Selain fitur desain pada sistem, pemilihan fluida juga sangat mempengaruhi kemungkinan terjadinya kebakaran dan keamanan. Karena sistem thermal oil selalu menggunakan bahan bakar, udara dan sumber pengapian maka risiko kebakaran selalu ada. Namun, pabrik dapat mengurangi resiko kebakaran ini dengan pemilihan thermal oil yang benar. Ketika memilih thermal oil, ada tiga faktor yang harus diperhatikan yaitu titik nyala (flash point) , titik api (fire point) dan suhu pengapian otomatis (Auto ignition temperature).
• Titik Nyala (Flash Point ) – suhu di mana suatu fluida akan menghasilkan uap dan menyala bila terkena sumber pengapian.
• Titik Api (Fire Point ) – Suhu di mana fluida akan menghasilkan uap dan dapat mendukung pembakaran yang berkelanjutan. Titik api biasanya 5ºC hingga 35ºC lebih tinggi dari Titik Nyala.
• Suhu Pengapian Otomatis / Auto-ignition Temperature (AIT) – Suhu di mana fluida akan menyala dengan sendirinya tanpa pemantik.
Pada sistem thermal oil, titik nyala (flash point), titik api (fire point) dan Auto ignition temperature harus dipahami dalam konteks kondisi operasi yang sebenarnya. Sehingga agar vapor fluida dapat menyala, fluida harus pada kondisi dekat dengan suhu nyala (fire point) dengan sumber pengapian cukup dekat ke permukaan untuk memastikan konsentrasi uap minimum.
Apabila terjadi kebocoran di koil, maka thermal fluid akan segera turun suhunya dengan cepat jatuh di bawah titik nyala (flash point) karena terkena udara. Flash point dan fire point mengambarkan sifat volatilitas fluida atau kemampuannya untuk menghasilkan uap pada suhu tertentu. Apabila terjadi kebocoran yang cukup parah maka cairan dengan flash point yang rendah akan cenderung lebih banyak menguap, sehingga potensi terjadi kebakaran akan lebih besar. Sistem thermal oil tidak boleh dijalankan pada suhu lebih tinggi dari auto ignition temperature. Auto ignition temperature (AIT) dan thermal stability suatu thermal oil adalah dua faktor yang paling utama dalam pemilihan fluida. Kondisi operasi sistem harus jauh di bawah Auto ignition temperature Beberapa kebakaran memang terjadi dikarenakan kebakaran pada isolasi, keadaan no flow, atau keretakan pada coil dan kebocoran. Namun kebakaran yang disebabkan oleh kondisi operasi di atas Auto ignition temperature jarang terjadi karena pemilihan cairan sudah dilakukan dengna tepat.
7.2.2 Stabilitas Termal (thermal stability)
Stabilitas termal adalah kemampuan suatu thermal fluid untuk bertahan terhadap kerusakan molekul yang disebabkan heat stress. Pengujian relative thermal stability dilakukan untuk mengetahui kekuatan ikatan molekul thermal fluid pada suhu tertentu kemudian dibandingkan dengan thermal fluid lain pada suhu yang sama dan kondisi pengujian yang sama. Stabilitas termal adalah faktor utama dalam menentukan suhu operasi maksimum cairan. Ini adalah suhu maksimum yang disarankan oleh produsen agar thermal fluid bisa digunakan dan dalam kondisi tetap stabil. Penggunaan thermal oil yang melebihi suhu operasi maksimum yang direkomendasikan oleh produsen akan meningkatkan perusakan / degradasi secara eksponensial.Degradasi yang berlebihan akan membentuk produk samping seperti coking (arang),pengingkatan fouling (kerak) dan juga penurunan efisiensi perpindahan panas. Pada pengoperasian di atas suhu 300ºC sebaiknya selalu digunakan thermal oil jenis sintetik karena akan jauh lebih stabil secara termal daripada mineral / hot oil.
7.2.3 Efisiensi Perpindahan panas
Efisiensi perpindahan panas dinyatakan dengan koefisien transfer panas. Semakin tinggi koefisien perpindahan panas maka semakin besar pula kemampuan thermal oil untuk menghantarkan atau memindahkan panas. Koefisien perpindahan panas keseluruhan (overall heat transfer coefficient) dapat dihitung dengan menggunakan informasi tentang suhu, densitas (density), viskositas (viscosity), konduktivitas termal (thermal conductiity) dan
kapasitas panas spesifik (specific heat capacity) pada kecepatan aliran dan diameter pipa yang ditentukan. Koefisien perpindahan panas masing-masing produsen dan setiap jenis thermal oil kemudian dapat dievaluasi dan dibandingkan.
Pada suhu tertentu, koefisien perpindahan panas dari thermal oil bisa berbeda sampai 30%. Hal ini dipengaruhi oleh thermal resistance factor dari komponen lain dalam sistem. Semakin tinggi koefisien perpindahan panas suatu fluida maka semakin kecil ukuran thermal oil system yang diperlukan. Oleh karena itu penggantian thermal oil dengan tipe lain yang koefisien perpindahan panas lebih tinggi akan dapat menigkatkan produksi dan/atau
mengurangi biaya energi.Kebanyakan thermal oil sintetis akan memiliki efisiensi yang jauh lebih tinggi dibandingkan hot oil (mineral) pada suhu 150ºC – 260ºC. Di atas suhu tersebut yaitu 260- 310ºC perbedaan
efisiensi antara hot oil (mineral) dan sintetis tipe aromatik tidak terlalu signifikan. Sementara thermal oil sintetis jenis parafin white oil akan memiliki efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan sintetis tipe aromatik.
7.2.4 Biaya
Seperti sudah disebutkan semakin tinggi suhu operasi thermal fluid, semakin tinggi harganya.Thermal oil sintetis yang bisa digunakan pada suhu di atas 340ºC harganya bisa 2-3 kali lebih mahal daripada hot oil / mineral yang rata-rata beroperasi di bawah 300ºC. Sedangkan thermal oil aromatik yang beroperasi pada suhu 300ºC ke 340ºC adalah 1,5 – 2 kali lebih mahal dari hot oil /mineral.
8. Aplikasi Thermal Oil di Berbagai Industri
8.1 Steam Generation untuk Proses Industri
Melihat perkembangan Thermal Oil Heaters belakangan ini, dperkirakan dalam beberapa tahun ke depan thermal oil akan secara perlahan menggantikan posisi High Temperature Steam Boiler sebagai media pemanas dalam proses industri. Industri yang menggunakan Thermal Oil Heaters contohnya:
• Tinta dan Pewarna
• Laundry
• Deodoriser Minyak Nabati
• Kertas dan Mesin Konversi
• Mesin Percetakan & Packaging
• Perekat
• Autoclave
• Proses Industri Kimia
• Distilasi temperatur tinggi
• Aspal
• Pengolahan makanan untuk Pemanggangan & Penggorengan
• Perkapalan
• Karet dan Karet
• Tangki Penyimpanan untuk Minyak dan Aspal
Saat ini sebagian besar steam bertekanan tinggi (di atas 30 bar) selalu diproduksi menggunakan fuel gas atau minyak. Alasan utama penggunaan fuel gas atau minyak adalah kesederhanaan sistem dan meminimalkan biaya pada jasa tambahan. Sebenarnya steam bertekanan tinggi dapat diproduksi dengan menggunakan thermal oil sebagai sumber panas untuk mendidihkan air dan mengubahnya menjadi steam. Alat ini sering disebut unfired / Indirect steam generator atau Organic Steam generator (OSG)
8.2 Indirect / Organic Steam Generator ( OSG)
Thermal oil sudah digunakan sebagai media pemanas untuk memproduksi saturated dan superheated steam dalam beberapa industri karena merupakan cara yang paling efektif dari segi biaya.
• Di beberapa negara, terdapat peraturan yang mengharuskan dilakukan pengawasan terus menerus pada ketel uap (stam boiler) oleh staf yang memiliki kualifikasi tertentu. Sementara untuk indirect steam generator tidak di diperlukan.
• Dalam suatu pabrik di mana diperlukan dua sumber panas yaitu themal oil dan steam secara bersamaan, pabrik tidak perlu memasang thermal oil heater dan steam boiler secara bersamaan. Penggunaan OSG yang dipadukan dengan Thermal Oil Heater adalah solusi yang ideal dan sederhana karena dengan hanya satu sumber panas yaitu
thermal oil dapat sekaligus memproduksi thermal oil panas dan steam Prinsip operasi OSG cukup sederhana yaitu Thermal Oil Heater akan memanaskan thermal oil yang bersirkulasi di dalam pipa-pipa pemanas OSG. Panas tersebut akan dipindahkan ke air yang kemudian akan berubah fase menjadi uap / steam pada tekanan yang dikehendaki. Sistem OSG akan dilengkapi dengan kontrol proses untuk mengatur tekanan uap berdasarkan tingkat penggunaan dan suhu dan laju aliran thermal oil secara otomatis disesuaikan untuk mempertahankan kebutuhan steam. Steam dengan berbagai macam tekanan dapat diproduksi menggunakan prinsip tersebut. Mulai dari tekanan rendah 5 bar(g), sedang 20 bar(g), bahkan tekanan tinggi sampai 70 bar(g).
Keunggulan utama dari thermal oil heater adalah kemampuannya untuk dapat dimanfaatkan pada beberapa tingkatan suhu, dari suhu tinggi, menengah hingga rendah dalam proses industri yang sama menggunakan berbagai aplikasi. Kombinasi OSG dan Thermal Oil dapat digunakan
pada industri :
1. Industri makanan untuk digunakan dalam proses penggorengan dan sterilisasi/penguapan dalam prosesnya. Thermal Oil dapat dimanfaatkan sebagai
medium penggorengan dan OSG sebagai sumber steam nya.
2. Refinery minyak goreng yang memerlukan steam bertekanan rendah (untuk pemanasan), steam tekanan sedang (untuk vacuum) dan steam tekanan tinggi (untuk final heater deodorizer). Kombinasi antara Thermal Oil sebagai sumber panas dan OSG sebagai penghasil steam dapat menghasilkan steam dengan beberapa tekanan yang berbeda.
3. Industri Laundry dapat memanfaatkan Thermal Oil sebagai sumber panas untuk setrika dan juga memproduksi steam yang dibutuhkan untuk mesin cuci Secara umum, penggunaan kombinasi Thermal Oil dan OSG pada Industri yang memerlukan beberapa jenis tingkat pemanasan akan memiliki penghematan pada capital investment sekitar
20 – 30% dibandingkan system terpisah Thermal Oil dan Steam Boiler. Sementara penghematan pada operational cost akan terjadi karena tidak diperlukannya perawatan dan juga penurunan operational cost bila dilakukan penggantian bahan bakar menjadi batu bara / biomass.
8.3 Pembangkit Listrik menggunakan Thermal Oil
Pembangkit listrik secara thermal dapat diklasifikasikan menjadi siklus termal tertutup dan siklus termal terbuka. Siklus termal terbuka menggunakan bahan bakar cair atau gas dan untuk mesin diesel dan gas turbine. Bahan bakar ini kemudian dibakar baik secara langsung di dalam interal combustion engine / chamber dan kemudian menuju pada open gas turbine untuk ekspansi. Dalam siklus termal tertutup, combustion dan power generation cycle terjadi di tempat yang terpisah. Pemisahannya terjadi oleh perpindahan panas dari gas panas hasil pembakaran ke proses media dalam siklus sekunder. Dengan pemisahan antara fuel dan engine, engine hanya akan bersentuhan dengan media pemanas yang bersih. Oleh karena itu partikel – partikel yang tidak diinginkan terkandung di dalam fuel dan flue gas akan aman bagi mesin. Steam Generator dengan mempergunakan sistem thermal oil untuk menghasilkan listrik cukup banyak dilakukan pengguna listrik skala kecil di Eropa, terutama yang menggunakan biomass sebagai sumber bahan bakar. Cara konvensional untuk menghasilkan listrik adalah menggunakan Steam Rankine Cycle (SRC) yaitu memanfaatkan steam dari Steam Boiler untuk menggerakkan
Steam Turbine atau Steam Engine.
Namun saat ini lebih banyak digunakan system ORC (Organic Rankine Cycle) dibandingkan SRC. Sistem ORC adalah pemanfaatan Thermal oil untuk memanaskan vapor refrigerant/ fluida organik dengan berat molekul yang besar untuk menghasilkan tekanan tertentu yang dapat dipergunakan sebagai penggerak turbine
Keuntungan dari sistem ORC dibandingkan dengan sistem SRC adalah :
• Tidak digunakan air yang bersifat korosif
• Tidak diperlukan chemical treatment yang mahal.
• Tidak diperlukan make up demineralized water
• Tidak memerlukan operator khusus
• Efisiensi penggunaan panas lebih tinggi terutama untuk kapasitas kecil
• Dapat beroperasi dengan memanfaatkan waste heat
9.Instalasi Thermal Oil
9.1. Design perpipaan
Design perpipaan sangat penting dalam system thermal oil. Pemilihan ukuran pipa harus dilakukan dengan tepat, apabila pipa yang digunakan terlalu kecil akan menghambat flow thermal oil sehingga akan terjadi pengurangan kapasitas. Pengurangan kapasitas secara terus menerus dapat mengakibatkan overheating dan pembentukan arang (coking ) yang akan mengurangi umur thermal fluid.Apabila sudah dilakukan pemilihan ukuran pipa yang tepat, untuk mencegah terjadinya kemungkinan overheating harus dipasangkan flow switch yang berguna sebagai interlock yang akan mematikan burner secara otomatis bila terjadi perlambatan aliran thermal oil atau kondisi no flow.Perpipaan yang dipergunakan sebaiknya menggunakan pipa schedule 40 dan harus dihindarkan penggunaan drat /thread fitting. Pipa harus dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran – kotoran sebelum dilakukan penyambungan dan sambungan-sambungan pengelasan harus dites dengan menggunakan udara kering bertekanan atau gas nitrogen. Dan jangan pernah menggunakan air untuk mengetes perpipaan Ketika merancang pipa untuk sistem thermal oil, desainer harus yakin bahwa material dalam sistem sesuai dengan suhu dan tekanan operasional. Carbon steel, Cast Steel, stainless steel dan ductile iron adalah material yang cocok digunakan dalam sistem thermal oil. Sedangkan kuningan, perunggu, aluminium dan besi cor tidak dapat digunakan.
Kebocoran dalam sistem thermal oil biasanya disebabkan oleh desain pipa yang tidak benar. Kebocoran terutama dalam jumlah besar dapat menjadi penyebab langsung terjadinya kebakaran, apabila thermal oil yang panas bersentuhan dengan api/ pemantik. Kebanyakan kebocoran disebabkan peralatan yang rusak, misalnya pada expansion joint, flexible hose, rotary union.
Beberapa cara untuk mencegah terjadinya kebocoran :
• Minimalkan penggunaan thread fitting (ulir) yang tidak mampu mengatasi thermal expansion dan thermal contraction pada suhu tinggi.
• Rancang system yang memungkinkan terjadinya ekspansi dan kontraksi secukupnya
• Expansion joint dan flexible hose harus dapat bergerak sepanjang sumbu mereka,hindari pergerakkan ke arah samping.
• Berikan pelumasan system yang cukup pada rotary union dan lakukan seara teratur. • Pasang isolation valve dan bleed valve di pipa untuk setiap peralatan sehingga dapat dilakukan maintenance tanpa harus mengosongkan seluruh sistem.
• Untuk packing pompa disarankan untuk menggunakan packing set yang yang terdiri dari end ring braided carbon / graphite fiber dan middle ring terbuat dari preformed (pressed) graphite.
• Gunakan flanges karbon spiral-wound atau graphite gasket.
• Pada saat pemasangan gasket, pastikan mengikuti urutan pengencangan dan torsi sesuai rekomendasi pabrik. Untuk pemasangan gasket pada valve, pasangkan setiap packing ring sepenuhnya lalu kencangkan gland nuts perlahan sambil menggerakkan pegangannya bolak-balik.
• Apabila memungkinkan gunakan bellows type valve dan pompa magnetik drive tanpa seal. Kedua equipment ini akan memberikan kinerja yang sangat baik.
• Pasang valve dengan stemnya secara menyamping sehingga apabila terjadi kebocoran akan jatuh ke bawah steam dan menjauh dari pipa.
• Semua koneksi yang lebih besar dari 25 mm harus diberi flange atau di las.
Sebagai bagian dari prosedur commissioning thermal oil, semua pipa dalam system harus dites dengan dry air atau nitrogen terlebih dahulu untuk mengetahui apabila terjadi kebocoran pada sambungan las dan packing-packingnya. Semua kebocoran harus diperbaiki terlebih dahulu sebelum thermal oil dapat dijalankan.
9.2 Flow Control
Sistem perpipaan thermal oil harus dilengkapi dengan flow control agar aliran fluida terjamin akan mengalir secara lancar dan terus menerus didalam pipa dan koil pemanas. Flow control ini terhubung langsung dengan burner dan dilengkapi dengan alarm. Apabila terjadi kerusakan pada pompa, tersumbatnya filter atau masalah lain yang sampai menyebabkan kondisi tidak ada aliran dalam pipa, masalah ini akan segera dideteksi oleh flow control dan akana memerintahkan burner untuk berhenti sehingga tidak ada panas lagi yang diberikan kepada coil pemanas.
Apabila proses coking / pengarangan ini terjadi terus menerus dalam waktu yang lama, lapisan arang akan semakin menebal dan semakin mengganggu perpindahan panas. Karena overheating, coking dapat menyebabkan keretakan pada pipa dan berlanjut pada kebocoran thermal oil. Kondisi ini harus dihindari dan diantisipasi dengan cara pemasangan flow control :
1. Mechanical flow switch pada aliran utama oil
2. Differential Pressure Flow Switch
3. High Pressure Regulating Valve antara line suction dan discharge pompa
9.3 Temperature Control
Presisi dari temperatur control sangat menentukan design dari circuit Thermal oil system. Bilamana control suhu yang sangat presisi diperlukan, maka dapat digunakan dual circuit yang terdiri dari circuit primer dan sircuit sekunder.Pada dual circuit ini, temperature circuit primer lebih tinggi sekitar 10 – 30 oC diatas circuit sekunder, tergantung dari besarnya beban panas. Dual Circuit ini juga dapat dipergunakan pada system yang memerlukan dua temperatur thermal oil yang berbeda. Jika diperlukan tiga sirkuit thermal oil dengan temperatur yang berbeda, maka dapat dibuatkan juga triple circuit.
9.4 Isolasi
Kejadian kebakaran pada sirkuit thermal oil sangat jarang terjadi. Bila sampai terjadi kebakaran, kadang kala api berasal dari rembesan perpipaan yang bocor, packing lalu meresap ke isolasi yang terbuat dari rockwool. Jika pelindung isolasi rusak maka thermal oil panas akan berkontak dengan udara sehingga dapat menyebabkan terjadinya api. Insulation yang dipergunakan sebaiknya dari isolasi dari bahan yang tidak berpori. Hindarikan
penggunaan isolasi yang bisa meresap fluida seperti Calcium Silicate atau fiberglass. Namun apabila tidak memungkinkan maka sambungan yang menggunakan packing dan titik titk sambungan yang rawan kebocoran tidak perlu di isolasi namun hanya diberikan semacam pelidung logam untuk mencegah terkena kontak langsung dengan manusia.
10. Perawatan
Perawatan Sistem
Design system yang benar, cara pengoperasian yang tepat dan disertai perawatan berkala yang benar adalah cara terbaik untuk mencegah terjadinya masalah.
10.1 Analisa Cairan secara berkala
Kebakaran yang disebabkan oleh retaknya heating coil relatif jarang terjadi, namun kadangkadang dapat terjadi. Keretakan pada heating coil ini diakibatkan terjadinya thermal cyclic yang berlebihan, overheating atau posisinya koil terlalu dekat dengan lidah api burner. Apabila terjadi keretakan pada heating coil, maka cairan yang bocor akan segera terbakar, dan keluar bersama dengan flue gas dan ditandai dengan munculnya asap hitam di cerobong. Indikasi lain adalah bekerjanya sensor suhu yang diletakkan pada flue gas yang menandai thermal oil harus dihentikan untuk dilakukan pemeriksaan.
Thermal oil dalam keadaan panas sangat mudah teroksidasi oleh udara, namun harus diketahui bahwa system Thermal oil heater adalah suatu siklus tertutup dimana tidak ada kesempatan untuk bersinggungan dengan udara kecuali melalui expansion tank. Oleh karena itu suhu thermal oil di expansion tank harus dijaga pada suhu yang mendekati temperatur udara sekitarnya dilengkapi dengan deaerator dan thermal buffer tank atau dengan pengisian bagian atas expansion tank dengan inert gas,seperti nitrogen. Namun apabila kebocoran terjadi ketika sistem tidak beroperasi, thermal fluid akan terus bocor ke ruang bakar akibat tekanan dari tangki ekspansi dan pipa overhead. Dalam kasus yang paling serius, cairan terbentuk di genangan besar di dalam heater selama shutdown yang berkepanjangan. Ketika pemanas dinyalakan kembali, seluruh genangan menyatu dan merusak
pemanas.
Untuk mencegah thermal cyclic pada bundle tube heater, ukuran pemanas yang oversize harus diturunkan. Thermal cracking pada fluida dapat dideteksi dengan analisa cairan secara rutin. Fouling pada coil sering disebabkan oleh endapan karena oksidasi cairan. Oksidasi dapat terjadi jika tangki ekspansi terbuka ke udara. Reaksi dari thermal oil yang panas dan udara akan menghasilkan semacam tars dan sludge yang membungkus permukaan dan mengurangi efisiensi perpindahan panas. Endapan ini menjadikan titik panas pada heater dan kemudian retak. Oksidasi dapat dicegah dengan dengan analisa thermal fluid secara rutin sesuai rekomendasi produsen biasanya setahun sekali 10.2 Pemeriksaan Sistem dari kebocoran Pemeriksaan sistem harus dilakukan setiap minggu untuk mengetahui apabila terjadi kebocoran awal pada valve, flange, welding joint, instrument port dan thread fitting. Apabila sistem thermal oil mengeluarkan asap maka sudah menjadi indikasi bahwa terjadi kebocoran pada system.
10.3 Pemerikaan secara berkala
Pemeriksaan pompa harus dilakukan secara berkala karena selain burner, pompa adalah komponen yang perlu banyak maintenance. Alignment pompa harus dicek secara berkala.Apabila penggantian mechanical seal sering dilakukan yaitu lebih dari sekali dalam setahun maka alignment harus diperiksa. Apabila ada kebocoran atau suara yang asing muncul dari pompa, maka harus segera dicek. Sistem ventilasi juga harus diperiksa secara teratur. Kabut atau uap yang keluar dari ventilasi dapat menandakan sistem telah terkontaminasi dengan air atau terjadi dekomposisi thermal fluid tersebut. Catch tank yang terletak pada bagian akhir dari relief valve expansion tank atau jalur ventilasi juga harus diperiksa secara teratur. Apabila operasi benar, catch tank harus kosong. Jika
sampai terdapat cairan di dalam catch tank harus diadakan investigasi lebih lanjut. Flow cairan harus dijaga sesuai design dan diperiksa secara berkala. Pressure gauge juga dapat membantu memberikan indikasi apabila terjadi gangguan pada system, misalnya bergerak naik turun secara cepat, atau pressure drop yang lebih tinggi dari kondisi normal.Semua preventive maintenance di atas harus dilakukan untuk mengurangi resiko terjadinya
kebakaran.